Santo Yohanes dari Salib; Seniman Bahasa Cinta
Oleh. Marianus Ivo M
Bumi
melahirkan banyak manusia yang berjasa dalam bidang bahasa dan sastra.
Dengan kerja keras, mereka dapat sukses dalam meraih impian. Lewat
keberhasilan itu, mereka dapat menanam nama mereka di tanah subur,
sehingga nama mereka dapat tetap berjaya di kalangan manusia. Bukan
hanya nama mereka tetapi semua hasil karya mereka akan dikenang
sepanjang masa. Salah satu nama yang masih terkenal sampai saat ini
adalah Juan de Yepes atau Santo Yohanes dari Salib.
Berawal dari Cinta
“Dalam kesunyianlah ia tinggal;
dalam kesunyianlah ia membuat sarangnya:
dalam kesunyian itu ia dibimbing oleh Sang Kekasih sendiri,
hanya Dia, yang juga terluka cinta dalam kesunyian.
(Madah Rohani bait 35)
Yohanes
dari Salib lahir dengan nama Juan de Yepes Alvares, di Fontiveros,
Avila, Spanyol pada 24 Juni 1542. Ayahnya Gonzalo de Yepes adalah
keturunan bangsawan, sedangkan ibunya Catalina Alvares seorang yang
berasal dari keluarga miskin. Dia anak bungsu dari tiga bersaudara.
Juan
de Yepes tumbuh di tengah kemiskinan, sehingga dia terpaksa tinggal di
asrama anak-anak yatim piatu. Walaupun demikian, dia tidak meninggalkan
pendidikan. Masa sekolah dia jalani dengan semangat. Sambil sekolah dia
bekerja sebagai penjahit, pelukis dan tukang kayu. Namun usaha-usaha
itu tidak ada yang berhasil. Pengalaman-pengalaman pahit yang dialami
tidak membuat Juan menjadi pribadi yang pesimis atau mudah menyerah.
Sebaliknya, hati dan jiwanya menjadi lebih peka terhadap penderitaan
sesama. Pengalaman-pengalaman itu menuntunnya untuk menjadi seorang
perawat. Di rumah sakit “Neustra Senora de la Concepcion” di Medina, dia
sempat bekerja sebagai perawat. Walaupun dia sudah bekerja, namun dia
tidak meninggalkan pendidikan yang ditempuh.
Karena
kepintarannya, dia dikirim ke universitas milik Jesuit untuk mendalami
ilmu kemanusiaan. Disana Juan de Yepes juga sempat belajar tentang
filsafat, teologi dan hidup rohani. Ketika menempuh pendidikan di
universitas itu, dia bertumbuh menjadi seorang yang senang pada hidup
doa dan kontemplasi, sehingga pada tahun 1563 dia masuk novisiat Karmel,
dengan mengambil nama Yohanes.
Disana
dia merasakan cinta Allah. Lewat puisi-puisi, dia mencurahkan
pengalaman-pengalaman rohani yang telah dialami. Di novisiat Karmel dia
tumbuh menjadi pribadi yang unggul dalam pendidikan sehingga dia
dikirim ke Universitas Salamanca untuk belajar teologi. Pada tahun 1568
di universitas yang sama pula, dia menyelesaikan pendidikan tentang
teologi. Pada tahun yang sama pula, Yohanes ditahbiskan menjadi imam
Ordo Karmel. Namun setelah tahbisan, Yohanes terdorong untuk berpindah
ke Ordo Cartusian karena merasa bahwa Karmel masih belum dapat membentuk
dirinya menjadi pribadi yang hening. Tetapi setelah bertemu dengan
suster Teresa Avila, dia mengubah angan-angannya dan lebih fokus untuk
mengelola biara baru dengan suster Teresa, yang telah mendirikan biara
pembaharuan kedua suster Karmel.
Akibat
adanya kesalahpahaman dengan konfratres tentang pembaharuan itu,
Yohanes disekap dalam bilik biara selama 9 bulan. Kejadian ini adalah
awal keberhasilan Yohanes. Keheningan di bilik itu, membawa berkah bagi
Yohanes. Suasana hening yang tercipta, membawa Yohanes pada cinta sejati
bersama Allah. Dia benar-benar bersatu dengan Allah. Dia benar-benar
jatuh cinta kepada Allah. Disana Yohanes mampu menggubah kidung-kidung
dan puisi-puisi mistik serta memperoleh hikmat pengertian yang luar
biasa dalam memahami ajaran Kristus. Puisi-puisi itu antara lain Malam
Gelap, Sumber Air, dan Madah Rohani. Pengalaman rohaninya juga
dituangkan dalam beberapa karya rohani bermutu tinggi, seperti Nyala
Cinta yang Hidup, Mendaki Gunung Karmel, dan Madah Rohani. Setelah
meringkuk selama 9 bulan, dia berhasil melarikan diri. Yohanes terbebas
dan dia berhasil membawa Ordo Karmel tak berkasut terpisah dari Ordo
Karmel. Selama beberapa tahun kemudian, Yohanes sempat menjadi pembibing
biara Karmel tak berkasut.
Pada
tanggal 14 Desember 1591 Yohanes wafat dengan tenang di Ubeda,
dikerenakan dia sakit. Pada 27 Desember 1726 Paus Benediktus XIII
menggelari santo, dan pada 24 Agustus 1926 Paus Pius XI mengangkatnya
menjadi Pujangga Gereja.
Bahasa Cinta Allah
"Dalam bait ini jiwa mau menguraikan secara singkat,
bahwa ia telah berangkat pada malam hari,
tertarik oleh Allah dan terbakar oleh cinta kepada-Nya saja.”
(Mendaki Gunung Karmel I.1.4)
Semua
karya Yohanes dari Salib adalah buah persatuan dengan Allah. Dia
menulis karyanya setelah mengalami puncak persatuan dengan Allah. Dia
memang benar-benar seniman cinta dan bahasa, dia sanggup menuangkan
pengalaman cinta dalam karya-karya yang mengagumkan. Terlebih dia dapat
menyimpulkan jalan yang harus ditempuh seseorang untuk mencapai cinta
sejati. Ajaran yang diwartakan seolah-olah dilakukannya sambil
mengidung, artinya dia melakukan itu karena terdorong oleh cinta.
Karyanya
begitu mengagumkan. Sehingga buku-bukunya seperti Nyala Cinta yang
Hidup, Mendaki Gunung Karmel, dan Madah Rohani telah diakui sebagai
karya sastra tingkat dunia dan mengandung ajaran rohani tentang cinta
yang sangat tinggi.
Bahasa
yang digunakan Yohanes dari Salib lebih bersifat rohani dan bersifat
mistik. Ungkapan-ungkapan mistik, melukiskan pertemuan indah antara
manusia dengan Allah, sehingga sangat mudah menawan hati seseorang yang
telah tersentuh oleh kasih Allah. Namun sering kali pembaca juga salah
dalam memahami, khususnya bagi mereka yang membaca karya Yohanes dari
Salib secara tidak lengkap, sehingga sering pula terjadi salah persepsi
tentang karya itu.
Seluruh
karya ditulis dengan perasaan penuh cinta, sehingga karyanya hanya
dapat dimengerti dari segi cinta pula. Hal itu yang mempersulit pembaca
dalam mengerti isi dan makna buku, terlebih bagi mereka yang belum
merasakan/mengerti tentang cinta. Pengalaman cinta Santo Yohanes dari
Salib begitu luhur, sehingga tidak mungkin diungkapkan dengan gagasan
dan bahasa manusia asli. Tetapi dia lebih mengungkapkan lewat bahasa
simbol dan lambang. Salah satu contoh adalah “malam gelap”. Pemakaian
gambaran 'malam' untuk melukiskan pemurnian jiwa dalam usaha untuk
bersatu dengan Allah. Dia tidak langsung menggunakan kata-kata yang
manusiawi atau yang mudah dimengerti, tetapi dia menggunakan kata-kata
yang dapat menimbulkan banyak tafsiran sehingga pembaca harus
benar-benar memahaminya.
Sama
seperti kutipan berikut yang diambil dari buku Madah Rohani, “Kemanakah
Engkau bersembunyi, hai Kekasih, serta meninggalkan aku mengeluh dan
mengaduh? Engkau lari bagaikan seekor rusa setelah melukai. Aku keluar
memanggil-Mu, namun Engkau telah pergi.” Kutipan kecil itu begitu indah
direnungkan, bahasanya yang digunakan mempunyai ciri khas yang berbeda
dengan pengarang yang lain. Tetapi bagi pembaca yang belum terbiasa
membaca karya Santo Yohanes dari Salib, akan sangat lama dalam
memahaminya.
Pada
suatu malam yang gelap terbakar kerinduan cinta yang membara, ah,
rahmat yang tak terperikan! Aku keluar tanpa diketahui, sedang rumahku
sudah hening. Ada pula bahasa yang dibuat Santo Yohanes dari Salib dalam
karyanya, lebih cenderung bersifat pribadi atau tidak formal seperti
tulisan pada buku harian. Walaupun demikian, dia dapat merancang
sedemikian rupa, sehingga bahasa yang sederhana berubah menjadi bahasa
yang begitu indah. Kreatifitas bahasa sungguh ada di dalam jiwa Santo
ini. Mempercantik kata-kata adalah keahliannya. Mengubah bahasa yang
kurang menarik menjadi bahasa yang sangat menarik dan mengagumkan adalah
jiwa kreatif yang dimiliki Santo Yohanes dari Salib.
Bagi Semua
Ternyata
banyak buku psikologi yang mengutip karya-karya Santo Yohanes dari
Salib ini. Entah apa yang diharapkan dari hal itu. Tetapi, psikolog
mempunyai tujuan ingin menyadarkan manusia yang telah mengabaikan cinta
dan pengalaman akan cinta. Sebab mereka percaya, dari karya-karyanya
yang hanya dikutip sebagian kecil, banyak orang dapat merasakan arti
dari cinta yang sesungguhnya dan tidak akan ada yang menganggap remeh
cinta.
Begitu
terkenal dan dikaguminya Santo Yohanes dari Salib, sehingga Jucques
Maritain memberinya gelar doktor mistik. Bukan hanya itu saja, tetapi
Henri Luis Bergson seorang filsuf dari Perancis menganggapnya sebagai
filsuf.
Daftar Pustaka
1. Herwanta, Albert. 2010. Café Rohani edisi Mei 2010. Malang: Penerbit Karmelindo.
2. Deddy. 2010. Café Rohani “Santo Yohanes dari Salib”. Malang: Penerbit Karmelindo.
3. Teresa, Merry, H.Carm. 2010. Café Rohani edisi Mei 2010. Malang: Penerbit Karmelindo.
Sumber:
1. http:/www.santo yohanes dari salib.com
2. http:/www.carmelia.com
3. http:/www.nyala cinta yang hidup.com
4. http:/www.mendaki gunung karmel.com
5. http:/www.madah rohani.com