Ivo art

Ivo art
Tobit 13

Selasa, 21 Februari 2017

Kaul Ketaatan - Hidup dan Ajaran St. Maria Magdalena de Pazzi

Kaul Ketaatan
menurut Hidup dan Ajaran St. Maria Magdalena de Pazzi

“Tiga kaul kebiaraan adalah anugerah besar yang diberikan Allah kepada mereka yang terpanggil”
St. Maria Magdalena de Pazzi memiliki penghayatan akan 3 kaul kebiaraan yang mendalam dalam hidup dan ajarannya. Dia begitu mencintai dan menghargai 3 kaul kebiaraan. Baginya siapa pun yang telah mengikrarkan kaul, seperti anak desa miskin yang dinikahi oleh seorang raja/ penguasa setempat, sehingga segala sesuatunya akan terpenuhi.
Dia menghendaki agar mereka yang menghidupi kaul kebiaraan sungguh memeliharanya. Sebab kaul tersebut merupakan kurban hidup yang dipersembahkan bagi Allah dan sebagai sarana meluhurkan-menghormatiNya. Melalui kurban inilah kesatuan dengan Allah akan tercapai dan jalan terang menuju surga semakin terbuka.
Maka dari itu, mari kita sejenak melihat hidup dan ajarannya tentang kaul kebiaraan, khususnya pada artikel ini tentang kaul ketaatan. Mari kita melihat bagaimana ajaran dan hidupnya tentang kaul ketaatannya pada pemimpin sebagai wakil dari Allah dan segala makna akan kaul ketaatan ini.

Ketaatan kepada Allah
Ketaatan itu seperti sikap anak kecil kepada ibunya. Anak kecil tidak mau menerima makanan selain daripada ibunya. Seperti itulah kamu yang tidak mau ‘makan’ selain dari Allah”
St. Maria Magdalena de Pazzi menghidupi kaul ketaatan sebagai bagian dari menghormati Allah Bapa. Dia meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya yang perlu kita taati. Jika bukan Dia lalu kepada siapa kita akan taat? “Sudah selayaknya anak mentaati Bapanya”, demikian yang dia katakan. Allah Bapa adalah sumber dan tujuan kataatan kaum biarawan. Hidupnya telah diserahkan kepada Allah. Allah adalah tujuan dan segala hidup kita. Hal inilah yang membuat kaul ketaatan perlu dihayati sebagai sarana menghormati Allah Bapa, sumber dan tujuan hidup kita.
Dalam kehidupan membiara, St. Maria Magdalena meyakini bahwa Allah hadir dalam diri pemimpin biara. Allah yang tidak kelihatan, menjadi kelihatan berkat kehadiran pemimpin biara. Keyakinan inilah yang membuat dia taat kepada kepada suster pimpinannya dengan memberikan diri untuk diatur dan digunakan sesuai dengan kehendak pimpinan. Kehendak pimpinan adalah kehendak Allah. Selain Allah yang hadir dalam diri pimpinan, Allah pun ada dalam setiap perkataan yang diucapkan oleh pimpinan nya. Dia percaya dan yakin bahwa perkataan itu adalah perkataan Allah sendiri. Bahkan ketika dilarang untuk bermatiraga dan berdoa karena suatu hal, dia pun taat mengikuti walaupun hal itu merupakan kerinduannya untuk berkorban demi Allah. Baginya semua itu luhur dan berguna bagi perkembangan hidupnya.
Allah datang untuk membimbingnya. Lewat pemimpin biara inilah, kita perlu meyakini bahwa Allah nyata dan ada dalam hidup kita. Dia membimbing kita lewat pemimpin biara yang setia mendampingi dan peduli akan keberlangsungan hidup kita. Maka dari itu, hendaknya kita juga taat jika pemimpin biara menghendaki sesuatu hal dari diri kita. Allah menghendaki supaya kita berkembang dan bertumbuh lewat segala sesuatu yang dikehendaki dari kita.

Ketaatan untuk Menerima Penderitaan
Ketaatan itu seperti sikap anak kecil kepada ibunya. Anak kecil tidak mau menerima makanan selain daripada ibunya. Seperti itulah kamu yang tidak mau ‘makan’ selain dari Allah”
St. Maria Magdalena de Pazzi yang telah ‘makan’ dari ketaatan kepada Bapa, membawanya bersatu dengan Yesus yang juga telah ‘makan’ dari ketaatan kepada Bapa. Ketaatannya inilah yang membawanya kepada persatuan dengan Yesus Sang Putera. Dia mengungkapkan bahwa ketaatan adalah sarana bersatu dengan Yesus. Santa Maria Magdalena mengimani sabda Yesus yang berkata bahwa siapa saja yang makan sehidangan denganNya, akan tinggal dalam diriNya. Makanan itu termasuk ketaatan. Hal inilah yang membuat dia yakin bahwa ketaatan adalah sarana baginya untuk bersatu dengan Yesus.
Ketaatan ini bukanlah suatu hal yang gampang. Dia pernah mengalami kesedihan ketika dia melaksanakan ketaatan yang cukup berat. Dia bergulat dengan dirinya, namun dia mencoba untuk kuat. Dia merasa menderita namun dia tidak mengeluh. Dia tetap setia melaksanakan dan yakin bahwa Allah akan menghibur. Pengalaman itulah yang juga diajarkannya bahwa Allah akan memberikan kedamaian kepada mereka yang mau taat kepadaNya.
Ketaatan ini juga diuji ketika dia mengalami penyakit yang misterius sampai akhirnya dia menerima anugerah pengalaman rohani yang bertubi-tubi. Dia harus taat untuk menerima itu semua. Bahkan sampai akhirnya, dia menerima 8 pencobaan yang menggoyahkan iman dan kepercayaannya. Dia menderita namun dia berusaha untuk kuat. Sampai akhirnya Allah sendiri yang bersabda kepadanya, “ Jangan takut, meskipun musuh-musuhmu menjadi kuat, kamu masih akan tetap setia. Dan bahkan kalaupun mereka mendatangimu seperti binatang yang sangat kuat, janganlah takut. Dan jika mereka tampak sebagai ular yang banyak, kamu masih akan mampu mengusir mereka.”
Dalam pengalaman-pengalamannya itu, dia amat menyatu dengan Kristus yang menderita. Hal ini membawanya kepada kesadaran dan pilihan untuk taat menerima penderitaan dalam persatuan bersama Kristus. Dia memilih penderitaan, dan bukan kematian. Orang mati tidak merasakan penderitaan. Magdalena tidak takut akan kematian, tetapi juga tidak lari dari penderitaan. Dia lebih memilih taat untuk menderita, sebab dari penderitaan ini dia menanggungnya dalam ketaatan kepada Bapa, seperti Yesus juga taat untuk menderita kepada Bapa.
Yesus taat kepada BapaNya, kita pun selayaknya makan dari ‘ketaatan’ itu. St. Maria Magdalena de Pazzi memberi teladan kepada kita untuk berani taat kepada Bapa, walaupun itu menyiksa kita. Bukankah penderitaan itu memurnikan diri kita? Hal inilah yang perlu kita ingat, bahwa penderitaan akan memurnikan iman kita. Iman kita samakin dimurnikan ketika kita semakin dekat dengan Yesus. Sebab lewat penderitaan itu kita juga semakin dipersatukan dengan Yesus dan hal itu berarti kita semakin dimurnikan dengan darah penderitaan Kristus. Maka dari itu, lebih baik berani menderita demi ketaatan kepada Bapa dari pada memilih mati dan terpisah dari penderitaan Kristus.

Ketaatan sebagai wujud dari doa
“Apa yang saya lakukan demi ketaatan, itu merupakan sebuah doa”
Itulah sepenggal perkataan St. Maria Magdalena de Pazzi ketika dia melakukan ketaatan kepada suster pimpinannya. Dia menempatkan nilai ketaatan sebagai sebuah wujud dari doa. Doa yang hidup adalah doa yang dilakukan dalam ketaatan. Doa adalah wujud relasi manusia dengan Allah. Ketaatan juga wujud dari sebuah relasi. Maka dari itu, benar bahwa ketaatan adalah wujud dari sebuah doa, karena dalam nilai tersebut tercantum sebuah relasi hidup antara manusia dengan Allah.
Doa merupakan penyerahan diri kepada Allah. Maka dari itu, ketika Maria Magdalena melakukan ketaatan, berarti dia telah percaya kepada Allah. Kepercayaannya untuk mengikuti pimpinan dan tidak mengikuti egoisme pribadi adalah sebuah penyerahan kepada Allah. Itulah wujud dari doa.
Dalam kaul ketaatan, St. Maria Magdalena de Pazzi menanamkan rasa kurang pantas jika dia mengikuti keinginan diri, sehingga dia melaksanakan apa yang dikehendaki pemimpin biaranya dengan tulus, ikhlas dan rendah hati. “Tindakan sepele yang dikerjakan kurang sempurna lebih berkenan bagi Allah, daripada tindakan sempurna yang berdasarkan egoisme pribadi”, demikian dia sering berpikir. Baginya pekerjaan besar atau kecil itu sama saja, yang terpenting tetap sikap taat yang dihidupi. Itulah ketaatan yang membangun sebuah pondasi dari doa.
Sejak masuk biara dia telah mampu mentaati perkataan suster pimpinan untuk mengerjakan pekerjaan hina dan sepele bagi seorang anak bangsawan, seperti mengepel dan mencuci piring. Taat bukanlah dalam fisik saja namun juga dalam hati. Allah akan setia kepada mereka yang taat. Allah juga akan memberikan imbalan yang sepantasnya bagi mereka yang taat, salah satunya sebuah ‘mahkota’ yang membuat seseorang lebih pantas merayakan perayaan Ekaristi.
St. Maria Magdalena de Pazzi mengajarkan bahwa tindakan menuruti diri sendiri akan terus menggoda. Ada kalanya manusia terjerumus pada kesalahan ini. Namun Allah tidak akan menghilangkan kesetiaannya, asal ada kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang telah diperbuat.
Ketaatan adalah wujud dari doa. Hendaklah kita juga berusaha menanamkan ketaatan kepada pimpinan kita. Hal itu berarti bahwa kita sudah sepenuhnya percaya kepada segala perkataan dan kehendak yang diberikan kepada kita. Kepercayaan inilah yang membangun sebuah relasi yang hidup antara kita dengan pimpinan kita, antara kita dengan Allah. Kepercayaan inilah yang disebut oleh St. Maria Magdalena de Pazzi sebagai sebuah doa.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar