Ivo art

Ivo art
Tobit 13

Jumat, 11 September 2015

Paper : Mencapai Puncak Kebahagiaan Karmelit



Mendaki Puncak Kebahagiaan Karmelit
Jalan Karmelit Mencapai Puncak Kebahagiaan dalam Hidup Panggilannya
Oleh : Fr. Marianus Ivo Meidinata, O. Carm.

Tidak ada satu manusia pun di dunia ini yang tidak mendambakan kebahagiaan. Manusia akan selalu mencari cara untuk mencapai kebahagiaan itu. Begitu pula dengan Karmelit, dalam proses mencari kebahagiaan mereka harus mengikuti panggilan hidupnya.  Panggilan hidup di Ordo Karmel itulah yang akan menuntun mereka mencapai puncak kebahagiaan  yang  khas sebagai Karmelit.

Kebahagiaan
Kebahagiaan adalah tujuan hidup setiap manusia. Tanpa sadar, manusia akan selalu mencari kebahagiaan. Menurut Boethius, kebahagiaan adalah suatu kondisi yang menjadi sempurna karena hadirnya segala sesuatu yang baik. Pendapat ini dapat diartikan bahwa kebahagiaan berhubungan erat dengan kebaikan.
Kebahagiaan merupakan ‘hasil sebuah aktivitas’. Kebahagiaan dapat diraih jika manusia menjalani kehidupan yang menunjangnya. Ini diartikan bahwa manusia perlu berusaha mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan akan datang dengan sendirinya jika manusia mau mengusahakan dengan melakukan hal-hal yang baik.
Manusia perlu berhati-hati dengan prinsip “Aku menikmati maka aku ada”. Prinsip ini telah membawa manusia pada kebahagiaan yang dangkal. Manusia telah berpikir bahwa uang, kesohoran, kekuasaan dan status hidup adalah tempat kebahagiaan itu berada. Dan inilah yang kini telah meracuni pikiran manusia bahwa kebahagiaan dapat dinikmati asal keempat hal tersebut dimiliki.
Menurut Sokrates untuk mencapai kebahagiaan manusia perlu menumbuhkembangkan jiwa dan menjadikannya lebih baik. Langkah awal yang perlu dilalui adalah memiliki pengetahuan akan yang baik dan melaksanakannya. Setelah itu manusia perlu turut serta menata kehidupan bersama di lingkungannya, sehingga dia mampu menghantar orang lain pada kebahagiaan. Kebahagiaan yang dirasakan diri sendiri dan orang lain akan menyempurnakan kebahagiaan jiwa manusia itu sendiri.
Lain lagi dengan pandangan St. Thomas Aquinas. Dia menegaskan bahwa kebahagiaan tidak terletak pada proses aktualisasi diri atau pengembangan diri, melainkan melampauinya, yaitu ketika manusia memandang Allah, sumber segala kebahagiaan. Manusia perlu memandang Allah sebagai sumber kebahagiaan sehingga segala aktivitasnya perlu terarah pada Allah.
Kebahagiaan merupakan aktivitas, sekaliguas keadaan yang dihasilkannya. Manusia yang telah merasakan kebahagiaan telah mencapai puncak hidup  yaitu hidup dalam persatuan dengan Allah, sumber kebahagiaan. Dengan kebahagiaan inilah manusia akan mampu memancarkan kebahagiaan dari dalam dirinya kepada sesama.

Karmelit
Karmelit adalah sebutan bagi para anggota Ordo Karmel, kelompok/ ordo religius dalam Gereja Katolik. Mereka adalah manusia biasa yang tertarik untuk mengabdikan diri pada Allah dan Gereja melalui jalan yang berbeda dengan manusia yang lain. Sebagai kelompok, karmelit memiliki dua aturan hidup yang biasa disebut regula dan kontitusi.
Dalam Regula Ordo Karmel nomor 2 tertulis tujuan hidup Karmelit, yaitu ‘hidup taat kepada Yesus Kristus dan setia mengabdiNya dengan hati murni dan hati nurani yang baik’. Dapat dikatakan pula, tujuan hidup tersebut merupakan dasar hidup Karmelit dan para anggota kelompok religius yang lain.
Secara umum kaum religius menghayati hidup ‘mengikuti Yesus Kristus’ dengan menghidupi 3 nasehat Injil yaitu ketaatan, kemurnian dan kemiskinan. Namun setiap kelompok religius memiliki ciri khas yang berbeda dengan yang lain. Ciri khas yang dimiliki oleh para Karmelit terletak pada kharisma hidup mereka. Ada 3 kharisma yang ditekankan pada Ordo Karmel yaitu hidup doa, persaudaraan dan pelayanan. Kharisma inilah yang membedakan Karmelit dengan kelompok religius yang lain.
Ada banyak kelompok dan cara hidup yang digunakan untuk mengikuti Yesus Kristus. Kharisma hidup yang dimiliki para Karmelit ini adalah cara mereka untuk mengikuti Yesus Kristus. Karmelit mengambil ketiga cara ini untuk memudahkan anggota untuk lebih konkret melaksanakan tujuan mereka.
Hidup doa adalah cara hidup yang ditekankan sejak awal terbentuknya kelompok Karmelit. Hidup doa dijadikan sebagai faktor penting dalam mempersatukan nilai-nilai hidup yang lain. Cara hidup ini digunakan pula sebagai perekat hubungan Karmelit dengan Yesus Kristus yang mereka abdi. Hidup doa akan memunculkan kasih setia yang lebih sempurna kepada sesama. Proses inilah yang akan mengarahkan Karmelit kepada persatuan dengan Allah dan kemurnian hati untuk bersaudara dan melayani sesama.
Persaudaraan adalah sikap hidup kedua yang ditekankan oleh para Karmelit. Persaudaraan ini sebagai perpanjangan dari hidup doa. Para Karmelit yang mampu menghidupi  hidup doa dengan serius akan mampu melihat Allah dalam diri sesama. Menjadi saudara berarti tumbuh dalam persatuan dan dalam kebersamaan. Selain itu menjadi saudara juga berarti saling peduli atas kebahagiaan rohani dan psikologi sesama.
Sebagai kelompok pendoa yang bersaudara, para Karmelit juga perlu memberi pelayanan di luar kelompoknya. Pelayanan ini menunjukkan  bahwa Ordo Karmel bukan kelompok yang tertutup. Namun Karmelit ingin menunjukkan hasil doa dan persaudaraan dalam pelayanan. Hal ini juga dimaksudkan untuk membagikan kebiasaan berdoa dan bersaudara secara lebih luas. Para Karmelit menyadari bahwa Yesus Kristus yang mereka abdi ada dalam diri mereka, sehingga para Karmelit merasa perlu untuk melayani.

Jalan Mendaki Puncak Kebahagiaan Karmelit
Dalam hidup para Karmelit,  kebahagiaan adalah tujuan hidup mereka bergabung dengan Ordo Karmel. Mereka merasa bahwa Ordo Karmel adalah tempat yang cocok bagi mereka. Karena itulah, mereka merasa bahwa kebahagiaan akan tercapai di Ordo Karmel. Tujuan hidup ‘mencapai kebahagiaan’ adalah tujuan hidup yang umum didambakan oleh semua manusia.
Namun dalam perjalanan hidup, mereka mengalami biasnya jalan yang mereka lewati. Kebahagiaan yang mereka dambakan mulai memiliki arti melenceng. Kebahagiaan mulai diartikan sebagai sesuatu yang dapat dinikmati dengan uang, kesohoran, kekuasaan dan status hidup. Melencengnya arti dari kebahagiaan diakibatkan situasi hidup mereka, yang mau tidak mau ketika mereka berada di Ordo Karmel, keempat hal tersebut akan semakin mudah didapat. Jika mereka tidak mampu mengolah dan menahan diri untuk menikmati kebahagiaan semu tersebut, mereka akan tetap berada pada jalan yang salah.
Walaupun demikian, tetap ada Karmelit yang ingin kembali kepada kebahagiaan yang sesungguhnya. Mereka sadar akan kebahagiaan semu yang mereka miliki. Mereka merasa bahwa kebahagiaan itu akhirnya menimbulkan kejenuhan dan tidak ada yang mampu menciptakan rasa lega. Namun pada kenyataannya banyak dari mereka yang tidak mengetahui jalan kembali dan jalan untuk meraih kebahagiaan yang sejati itu.
Tidak jarang kesibukan dan usia panggilan yang semakin bertambah membuat para Karmelit lupa akan pegangan hidup panggilan mereka. Banyak dari mereka merasa bahwa setelah resmi menjadi Karmelit, mereka akan tetap selalu berada di Ordo Karmel. Hal inilah yang juga membuat mereka melupakan pegangan hidup mereka yaitu Regula dan Konstitusi. Padahal jalan kembali untuk meraih kebahagiaan sejati itu ada di dalamnya.
Jalan menuju kebahagiaan para Karmelit adalah mengikuti Yesus Kristus. Dalam Ordo Karmel cara mengikuti Yesus Kristus adalah dengan menghidupi kharisma ordo yaitu dalam doa, persaudaraan dan pelayanan. Cukup dengan menghidupi kharisma ini, para Karmelit akan mampu mencapai kebahagiaan yang didambakan. Sebab kebahagiaan akan mampu dicapai ketika manusia mampu mengusahakan dalam kebaikan.
Ada lagi model kedua, Karmelit yang tidak mampu mencapai kebahagiaannya. Mereka mengetahui cara mencapai kebahagiaan panggilan dalam Karmel, namun mereka tidak mau menghidupinya karena berbagai alasan. Ini juga tidak akan banyak membantu mereka mencapai tujuan kebahagiaan. Menurut Sokrates mereka masih bergerak setengah langkah saja, sebab langkah akan disebut penuh jika manusia memiliki pengetahuan akan yang baik dan mampu melaksanakannya.
Perlu diketahui sekali lagi bahwa para Karmelit mampu mencapai kebahagiaan sebagai Karmelit jika mereka mampu menghidupi kharisma Karmel. Jika Karmelit  melakukan kebaikan di luar kharisma ordo, mereka tetap akan merasakan kebahagiaan. Namun itu bukanlah puncak kebahagiaan Karmelit karena kebahagiaan yang sungguh Karmel terletak dalam kharisma ordo. Kharisma Ordo Karmel dikatakan sudah cukup membantu karena kebahagiaan yang sempurna dicapai ketika manusia mampu turut serta menata lingkungan sekitarnya. Kebahagiaan akan sempurna ketika dinikmati oleh diri sendiri dan orang lain. Pengertian inilah yang terkandung dalam hidup doa, persaudaraan dan pelayanan.
Ordo Karmel sebagai kelompok religius dalam Gereja Katolik, turut menempatkan Allah dalam kebahagiaannya. Seperti yang dikatakan St. Thomas Aquinas, Karmelit pun menempatkan Allah sebagai puncak dan tujuan kebahagiaan. Hal ini terlihat pada kharisma  ordo yang menekankan hidup doa. Penekanan hidup doa ini dimaksudkan supaya dalam hidup persaudaraan dan  pelayanan yang dilakukan semata-mata hanya untuk Allah, pusat dari kebahagiaan itu.
Para Karmelit menghidupi doa sebagai dasar relasi dengan Allah dan sesama. Relasi dengan Allah mampu diwujudnyatakan ketika Karmelit mampu melihat Allah dalam diri sesamanya. Inilah model persaudaraan yang muncul dari kasih yang tulus. Kasih inilah yang menggerakkan Karmelit menghidupi hidup pelayanan mereka. Pelayanan yang bukan untuk popularitas diri yang nantinya akan menjerumuskan pada kenikmatan/ kebahagiaan semu. Tetapi pelayanan bagi Allah, Sang sumber kebahagiaan yang berada dalam diri sesama.

Penutup
Sebagai manusia biasa, Karmelit mendambakan kebahagiaan dalam hidup mereka. Mereka merasa bahagia ketika terpanggil mengikuti Yesus Kristus dalam Ordo Karmel. Jalan yang dapat ditempuh oleh para Karmelit untuk mencapai puncak kebahagiaan itu adalah dengan menghidupi kharisma Ordo Karmel (doa, pelayanan dan persaudaraan). Kharisma ordo akan membawa Karmelit merasakan kebahagiaan bersama sesama dalam persatuan dengan Allah, sumber kebahagiaan sejati. Itulah puncak kebahagiaan sejati para Karmelit dalam mengikuti panggilannya.


DAFTAR PUSTAKA
Pandor, Pius. 2014. Seni Merawat Jiwa. Jakarta: Obor.
Institut Karmel Indonesia. 2006. Konstitusi Ordo Saudara-saudara Santa Perawan Maria dari Gunung Karmel. Malang: Karmelindo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar