Kaul
Ketaatan
menurut Hidup
dan Ajaran St. Maria Magdalena de Pazzi
“Tiga kaul kebiaraan adalah anugerah besar yang
diberikan Allah kepada mereka yang terpanggil”
St. Maria
Magdalena de Pazzi memiliki penghayatan
akan 3 kaul kebiaraan yang
mendalam dalam hidup dan ajarannya. Dia
begitu mencintai dan menghargai 3 kaul kebiaraan. Baginya siapa pun yang telah
mengikrarkan kaul, seperti anak desa miskin yang
dinikahi oleh seorang raja/ penguasa setempat, sehingga segala sesuatunya akan terpenuhi.
Dia menghendaki
agar mereka yang menghidupi kaul kebiaraan sungguh memeliharanya. Sebab kaul
tersebut merupakan kurban hidup yang dipersembahkan bagi Allah dan sebagai sarana meluhurkan-menghormatiNya. Melalui
kurban inilah kesatuan dengan Allah akan tercapai dan jalan terang menuju surga
semakin terbuka.
Maka dari
itu, mari kita sejenak melihat hidup dan ajarannya tentang kaul kebiaraan,
khususnya pada artikel ini tentang kaul ketaatan. Mari kita melihat bagaimana
ajaran dan hidupnya tentang kaul ketaatannya pada pemimpin sebagai wakil dari
Allah dan segala makna akan kaul ketaatan ini.
Ketaatan
kepada Allah
“Ketaatan
itu seperti sikap anak kecil
kepada ibunya. Anak kecil tidak mau menerima makanan selain daripada
ibunya. Seperti itulah kamu yang tidak mau ‘makan’ selain dari Allah”
St. Maria
Magdalena de Pazzi menghidupi kaul ketaatan sebagai bagian dari menghormati
Allah Bapa. Dia meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya yang perlu kita taati.
Jika bukan Dia lalu kepada siapa kita akan taat? “Sudah selayaknya anak
mentaati Bapanya”, demikian yang dia katakan. Allah Bapa adalah sumber dan
tujuan kataatan kaum biarawan. Hidupnya telah diserahkan kepada Allah. Allah
adalah tujuan dan segala hidup kita. Hal inilah yang membuat kaul ketaatan
perlu dihayati sebagai sarana menghormati Allah Bapa, sumber dan tujuan hidup
kita.
Dalam
kehidupan membiara, St. Maria Magdalena meyakini bahwa Allah hadir dalam diri pemimpin biara. Allah yang tidak kelihatan, menjadi kelihatan
berkat kehadiran pemimpin biara. Keyakinan inilah yang membuat dia taat kepada
kepada suster pimpinannya dengan memberikan diri untuk diatur dan digunakan sesuai dengan kehendak pimpinan. Kehendak pimpinan adalah kehendak Allah.
Selain Allah yang hadir dalam diri pimpinan, Allah pun ada dalam setiap
perkataan yang diucapkan oleh pimpinan nya. Dia percaya dan yakin bahwa perkataan itu adalah perkataan Allah sendiri.
Bahkan ketika dilarang untuk bermatiraga dan berdoa karena suatu hal, dia pun
taat mengikuti walaupun hal itu merupakan kerinduannya untuk berkorban demi
Allah. Baginya semua itu luhur dan berguna bagi perkembangan hidupnya.
Allah
datang untuk membimbingnya. Lewat pemimpin biara inilah, kita perlu meyakini
bahwa Allah nyata dan ada dalam hidup kita. Dia membimbing kita lewat pemimpin
biara yang setia mendampingi dan peduli akan keberlangsungan hidup kita. Maka
dari itu, hendaknya kita juga taat jika pemimpin biara menghendaki sesuatu hal
dari diri kita. Allah menghendaki supaya kita berkembang dan bertumbuh lewat
segala sesuatu yang dikehendaki dari kita.
Ketaatan
untuk Menerima Penderitaan
“Ketaatan
itu seperti sikap anak kecil
kepada ibunya. Anak kecil tidak mau menerima makanan selain daripada
ibunya. Seperti itulah kamu yang tidak mau ‘makan’ selain dari Allah”
St. Maria
Magdalena de Pazzi yang telah ‘makan’ dari ketaatan kepada Bapa, membawanya
bersatu dengan Yesus yang juga telah ‘makan’ dari ketaatan kepada Bapa. Ketaatannya
inilah yang membawanya kepada persatuan dengan Yesus Sang Putera. Dia
mengungkapkan bahwa ketaatan adalah sarana bersatu dengan Yesus. Santa Maria
Magdalena mengimani sabda Yesus yang
berkata bahwa siapa saja yang makan sehidangan denganNya, akan tinggal dalam
diriNya. Makanan itu termasuk ketaatan. Hal inilah yang membuat dia yakin bahwa
ketaatan adalah sarana baginya untuk bersatu dengan Yesus.
Ketaatan
ini bukanlah suatu hal yang gampang. Dia pernah mengalami kesedihan ketika dia
melaksanakan ketaatan yang cukup berat. Dia bergulat dengan dirinya, namun dia
mencoba untuk kuat. Dia merasa menderita namun dia tidak mengeluh. Dia tetap setia melaksanakan
dan yakin bahwa Allah akan menghibur. Pengalaman itulah yang juga diajarkannya bahwa Allah akan memberikan kedamaian kepada mereka
yang mau taat kepadaNya.
Ketaatan
ini juga diuji ketika dia mengalami penyakit yang misterius sampai akhirnya dia
menerima anugerah pengalaman rohani yang bertubi-tubi. Dia harus taat untuk
menerima itu semua. Bahkan sampai akhirnya, dia menerima 8 pencobaan yang
menggoyahkan iman dan kepercayaannya. Dia menderita namun dia berusaha untuk
kuat. Sampai akhirnya Allah sendiri yang bersabda kepadanya, “ Jangan takut,
meskipun musuh-musuhmu menjadi kuat, kamu masih akan tetap setia. Dan bahkan
kalaupun mereka mendatangimu seperti binatang yang sangat kuat, janganlah
takut. Dan jika mereka tampak sebagai ular yang banyak, kamu masih akan mampu
mengusir mereka.”
Dalam
pengalaman-pengalamannya itu, dia amat menyatu dengan Kristus yang menderita. Hal
ini membawanya kepada kesadaran dan pilihan untuk taat menerima penderitaan
dalam persatuan bersama Kristus. Dia memilih penderitaan, dan bukan kematian.
Orang mati tidak merasakan penderitaan. Magdalena tidak takut akan kematian,
tetapi juga tidak lari dari penderitaan. Dia lebih memilih taat untuk
menderita, sebab dari penderitaan ini dia menanggungnya dalam ketaatan kepada
Bapa, seperti Yesus juga taat untuk menderita kepada Bapa.
Yesus taat
kepada BapaNya, kita pun selayaknya makan dari ‘ketaatan’ itu. St. Maria
Magdalena de Pazzi memberi teladan kepada kita untuk berani taat kepada Bapa,
walaupun itu menyiksa kita. Bukankah penderitaan itu memurnikan diri kita? Hal
inilah yang perlu kita ingat, bahwa penderitaan akan memurnikan iman kita. Iman
kita samakin dimurnikan ketika kita semakin dekat dengan Yesus. Sebab lewat
penderitaan itu kita juga semakin dipersatukan dengan Yesus dan hal itu berarti
kita semakin dimurnikan dengan darah penderitaan Kristus. Maka dari itu, lebih
baik berani menderita demi ketaatan kepada Bapa dari pada memilih mati dan
terpisah dari penderitaan Kristus.
Ketaatan
sebagai wujud dari doa
“Apa yang
saya lakukan demi ketaatan, itu merupakan sebuah doa”
Itulah
sepenggal perkataan St. Maria Magdalena de Pazzi ketika dia melakukan ketaatan
kepada suster pimpinannya. Dia menempatkan nilai ketaatan sebagai sebuah wujud
dari doa. Doa yang hidup adalah doa yang dilakukan dalam ketaatan. Doa adalah
wujud relasi manusia dengan Allah. Ketaatan juga wujud dari sebuah relasi. Maka
dari itu, benar bahwa ketaatan adalah wujud dari sebuah doa, karena dalam nilai
tersebut tercantum sebuah relasi hidup antara manusia dengan Allah.
Doa
merupakan penyerahan diri kepada Allah. Maka dari itu, ketika Maria Magdalena
melakukan ketaatan, berarti dia telah percaya kepada Allah. Kepercayaannya
untuk mengikuti pimpinan dan tidak mengikuti egoisme pribadi adalah sebuah penyerahan
kepada Allah. Itulah wujud dari doa.
Dalam kaul ketaatan, St. Maria
Magdalena de Pazzi menanamkan rasa kurang pantas jika dia mengikuti keinginan
diri, sehingga dia melaksanakan apa yang dikehendaki pemimpin biaranya dengan
tulus, ikhlas dan rendah hati. “Tindakan
sepele yang dikerjakan kurang sempurna lebih berkenan bagi Allah, daripada tindakan sempurna yang berdasarkan egoisme pribadi”, demikian dia sering
berpikir. Baginya
pekerjaan besar atau kecil itu sama saja, yang terpenting tetap sikap taat yang dihidupi. Itulah ketaatan yang membangun sebuah pondasi
dari doa.
Sejak masuk
biara dia telah mampu mentaati perkataan suster pimpinan untuk mengerjakan pekerjaan hina dan sepele
bagi seorang anak bangsawan, seperti
mengepel dan mencuci piring. Taat
bukanlah dalam fisik saja namun juga dalam hati. Allah akan setia kepada mereka yang taat. Allah juga akan memberikan imbalan yang sepantasnya bagi mereka
yang taat, salah satunya sebuah ‘mahkota’ yang membuat seseorang lebih
pantas merayakan perayaan Ekaristi.
St. Maria
Magdalena de Pazzi mengajarkan bahwa tindakan
menuruti diri sendiri akan terus menggoda. Ada kalanya manusia terjerumus pada
kesalahan ini. Namun Allah tidak akan
menghilangkan kesetiaannya, asal ada kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang telah diperbuat.
Ketaatan
adalah wujud dari doa. Hendaklah kita juga berusaha menanamkan ketaatan kepada
pimpinan kita. Hal itu berarti bahwa kita sudah sepenuhnya percaya kepada
segala perkataan dan kehendak yang diberikan kepada kita. Kepercayaan inilah
yang membangun sebuah relasi yang hidup antara kita dengan pimpinan kita,
antara kita dengan Allah. Kepercayaan inilah yang disebut oleh St. Maria
Magdalena de Pazzi sebagai sebuah doa.